Followers

Beban Berat Aida dan Romantika Irawann

 *Beban Berat Aida dan Romantika Irawan*

@pmsusbandono

19 Mei 2025

Banyak orang jualan lewat di depan rumah saya.   Dua di antaranya menarik perhatian.

Mereka naik motor dan berteriak keras untuk menawarkan dagangannya.  Tadi pagi, saya sempat  bercakap-cakap sejenak dengan mereka.  

Yang pertama adalah Aida.  Perempuan sekira 45 tahun, mengendarai motor sambil memboncengkan dus berisi tisu.  Setiap dua-tiga menit, dia berteriak :

“Tisu, tisu, tisu……”

Setiap pagi, kecuali Minggu, pukul 06.00 Aida “berangkat kerja”, berkeliling kampung sambil menjajakan dagangannya.  Depan rumah saya setiap Senin, hari-hari lainnya berbeda rute.   

Pukul 11.00 sudah kembali ke rumah. Dilipatnya uang seratus sampai seratus duapuluh lima ribu rupiah.  Cukup untuk hidup sehari  plus angsuran motornya, yang akan lunas bulan depan.

Aida asli Betawi asal Kebayoran, sekarang tinggal di kontrakan tak jauh dari rumah saya.   Mempunyai 2 anak laki-laki lulusan SMA.  Sempat nitip untuk mencarikan pekerjaan bagi mereka.  Aida _“single parent”._

Satu jam setelah Aida berlalu, tukang tahu lewat.  

Saya cegat untuk  2 kantong tahu berisi 12 potong dengan harga sepuluh ribu rupiah.  Kalau beli satu, harganya seribu.  

Namanya Irawan, panggilannya Wawan, usia 34 tahun.  Wawan dan isterinya tinggal di kontrakan, mereka belum punya anak.  

Yang istimewa, Wawan adalah sarjana ekonomi dari suatu universitas di Jakarta Selatan. Semula dia bekerja tapi dengan nada iba, dia sebutkan, kena PHK.  Pesangonnya hanya cukup untuk keliling kampung sambil berteriak :

“Tahu, tahu, tahu…….”

Istimewa kedua, seusai jualan tahu, sekira pukul 2.00 siang, Wawan _"ngojol"._  Dari kedua usahanya,  dapat dikantongi seratus limapuluh sampai duaratus ribu rupiah. Sangat lumayan.

Istimewa ketiga, isteri Wawan adalah guru piano di suatu lembaga pendidikan musik.  Sebuah piano warisan mertua _“nangkring”_  di kontrakannya.   Ternyata Wawan dan isterinya sering tampil di medsos.  Wawan menyanyi dan isterinya main piano.  Luar biasa harmonis bukan?

Pagi tadi momen yang sangat menyenangkan bagi saya.  Punya kesempatan untuk membayangkan bagaimana pekerja  informal berselancar memenuhi kebutuhan hidup.

Jualan tisu, dagang tahu atau guru piano adalah pekerjaan yang (sangat) mulia, di tengah hiruk-pikuknya kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja.  Keadaan Wawan relatif lebih baik dibanding Aida.  Pantas, sambil meneriakkan dagangannya, Wawan menyanyi cukup keras. Saya tak paham judul dan nadanya.  

Aida PD saat menjajakan tisunya. Tak sanggup  menjelaskan fenomena ini bila  saya menjadi ukuran perbandingannya.  Tak usah juga mencoba memasukkan Aida dan Wawan ke golongan miskin versi BPS atau Bank Dunia.  Itu sia-sia, selama angka-angka yang memprihatinkan itu tak menyentuh manusianya. 

Kompas, 15 Mei 2025, memasang judul “Pekerja Terdidik Makin Rentan Menganggur”.  Bila “pekerja terdidik” saja rentan, bagaimana dengan “pekerja tak terdidik”.  Entahlah.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2025 turun 0.24% dibanding triwulan I-2024.  Semua tahu, apa pengaruhnya bagi tingkat pengangguran.  Selain itu, banyak  indikator ekonomi juga cenderung turun.  “Untung”, pemerintah dengan “gagah-perkasa” mengatakan bahwa kita masih baik-baik saja.  Dengan catatan, asal jangan dibandingkan dengan fakta di lapangan.

Tiba-tiba saya teringat suatu film yang  beredar sepuluh tahun lampau.  Cerita yang seolah-olah menjawab jalan keluar untuk mengatasi  deraan jutaan manusia Indonesia yang kena PHK atau menganggur. 

Seorang Pastor Jesuit, Gregory “Greg” Joseph Boyle dengan heroik menjawab ini.   Romo Greg membuka pelatihan bagi para anggota gang anak nakal, di kawasan timur Los Angeles, Amerika Serikat.  

_“Nothing stops a bullet like a job”._  (Hanya pekerjaan yang bisa menghentikan kekerasan).  

Itulah kredo yang diyakini Romo Greg.  Kalimatnya singkat, logikanya sederhana, tetapi mengandung kebenaran yang hakiki dan kebajikan yang mulia.  

Kalau seseorang mempunyai pekerjaan tetap, mendapatkan penghasilan yang memadai dan _"job security"_  yang menjamin hidupnya, niscaya jauh dari penderitaan dan  perilaku kekerasan.  

Kemudian PD dan harkatnya  terjunjung ke atas.  Akan tumbuh  _“self actuation”_ dan _“self recognition”_.  Dia terus bekerja dan bekerja, mendulang pencaharian untuk dia dan keluarganya.  

Nilai kemanusiaan harus diangkat dengan menghilangkan cap “pengangguran”.  Peluru berhenti seketika, bila pekerjaan digenggamnya.  Tingkat kemiskinan dan kerasan meningkat di kalangan penganggur dengan perputaran ekonomi yang menurun.

Romo Greg membuka tempat pelatihan khusus bagi remaja (nakal).  Mereka mendapatkan pelatihan keterampilan seperti membuat kue, menjadi pramusaji, parenting, mengelola amarah, mekanik dan yoga.  Rumah pelayanan itu dinamakan “Homeboy Industries” dan berhasil “meluluskan” 70%  siswanya.  

Secara universal, pekerjaan adalah suatu nilai penting dalam diri manusia.  Tanpa itu, maka penyaluran yang  keliru mudah terjadi. Menganggur adalah keadaan buruk yang menyangkal kehidupan, bahkan lebih buruk dibanding kematian.  

_“An unemployed existence is a worse negation of life than death itself”_.    (Jose Ortega Gasset – Filosof Spanyol, 1883-1955).


PM Susbandono penulis buku best seller dan pembicara di radio dan webinar (Image: asramalokon.blogspot.com) 




Comments

Total Pageviews

Trending Topic

Testimoni Istri Pendiri Partai Demokrat Sebelum Kubu Moeldoko Konpres di Hambalang

125 Orang Tewas: Ricuh Pasca Laga Arema FC VS Persebaya

Pernikahan Kaesang & Erina | Apa Dampaknya Untuk Indonesia?

KPK Panggil Anies Baswedan

Progress of Jakarta MRT project

Capres 2024 Sudah "Nyata" Ada atau Masih Misteri?

Special massage services at a barbershop in Jakarta

Nasib Jakarta Pasca Anies Baswedan Ditentukan PLT atau Gubernur Baru Hasil Pilkada 2024?

Habib Kribo Bersuara Lantang Soal Pilpres & Capres 2024

Discover Reog Ponorogo an attractive dance in Indonesia

Real Information