Followers

Star Syndrome. Menempel Sang Juara

 *_“Star Syndrome”_ Menempel Sang Juara*

@pmsusbandono

10 Desember  2023.


Untung, ada seorang teman muda mengingatkan saya. 


“Pak, sudah lama tak menulis tentang masalah manajemen SDM.  Kami tunggu”.


Alih-alih merenung tentang SDM, gara-gara gemuruh berita tentang Pemilu, _mood_  saya  menulis  drop ke titik nadir. 


Kebetulan, seorang teman adik angkatan semasa kuliah di Bandung, _curhat_ tentang salah satu anak buah di kantornya.


Joy, begitu saya memanggilnya, adalah _Chief Human Resources Officer_ (CHRO) di suatu perusahaan industri,  mempunyai 1000 pegawai yang tersebar di empat lokasi operasi di berbagai kota dan dua kantor administrasi di Jakarta.


Meski tak mempunyai _exposure_ di ranah SDM, Joy, yang baru menjabat selama 5 tahun, cukup _passion_ dengan peran barunya.


Livi, salah satu anak buah Joy menjadi subyek cerita  ke saya.


Perempuan berusia 40-an tahun itu menduduki posisi manager dan membawahi 4 orang anak buah.


Dari sisi pekerjaan, Livi nyaris tanpa cela.  Dia kompeten, pekerja keras, menguasai masalah dan pencapaiannya sangat memuaskan.


Tetapi, seiring kesuksesan yang dia tapak, timbul masalah baru. 


_Teamwork_-nya bermasalah.  Relasi ke samping dan ke bawah tak dikelolanya dengan baik.  Percik-percik konflik meletup di sana sini.  Livi semakin dominan dan egosentrismenya menguat dan semakin menguat.  Sebagai konsekuensi logis, Livi semakin dominan.  Bahkan Joy pun kadang tak didengarkannya.  Mungkin karena dia berpikir Joy tak mengerti detil.


Keadaan ini memuncak sebulan lalu, ketika salah satu anak buah Livi, yang juga cukup kompeten, mengundurkan diri.  Ini gara-gara kena semprot Livi hanya karena “sedikit” saja tak memenuhi harapan yang diinginkannya. 


Itulah sebabnya, 3 hari lalu, Joy “mengadu” ke saya.  Hampir satu jam dia berkeluh kesah tentang Livi. Tak tahu apa yang harus dikerjakannya.


Saya minta waktu seminggu untuk membantu Joy mencari jalan keluar.  Tapi sebelum itu, izinkan saya membuat _quick response,_ tentang apa yang  dialami Livi.


Saya menamakan fenomena ini sebagai _“Star Syndrome”_ (Sindrom Bintang).


Seseorang yang kemampuannya terus melejit dan kemudian menjadi tumpuan banyak (sekali) orang, dipuja-puji di mana-mana, seolah tak punya cacat dan cela,  mudah sekali terkena sindrom ini.  Menjadi bintang tak semudah orang melihatnya karena _superstar_ otomatis menyandang cobaan yang bukan main-main.


Semakin mumpuni, orang akan semakin diserbu oleh banyak sekali godaan.  Godaan apa saja.


“Semakin tinggi pohon kelapa, semakin deras angin meniupnya”.


Orang Jawa mempunyai peribahasa yang sangat pas untuk menggambarkan lakon yang sedang dimainkan Livi.


_“Melik nggendong lali”_ (Ambisi dan keinginan selalu diikuti oleh lupa)


Seorang teman lain, bercerita bahwa dia justru “was-was” kalau anaknya mendapat promosi di tempat  kerja.  Dia gamang bila anaknya membeli mobil baru atau pindah rumah ke yang lebih luas dan bagus.  Bukan karena anaknya berprestasi dan mendapat penghargaan, tapi sang teman tahu persis bahwa angin akan meniupnya lebih deras.  


Masih menurut dia, cukup mengherankan kalau ada orang tua yang justru mendorong anaknya untuk melejit ke atas, tanpa sedikit pun rasa khawatir dan memikirkan dampaknya .       


Inayah Wahid, putri Gus Dur, pernah “protes” kepada pamannya, ketika beliau bilang: “Untung bapakmu hanya sebentar menjadi Presiden”.


Inayah lega ketika sang paman menjelaskan bahwa siapa pun dia, bahkan Gus Dur sekali pun, akan kesulitan menahan angin (baca : godaan) bila berada di pucuk pohon yang sangat tinggi.    Lebih baik Gus Dur menjadi “orang biasa” dan kemudian “guru bangsa” karena angin malah bisa dihembuskannya kepada siapa saja yang dianggap memerlukannya.


Joy saya tuding sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap lakon Livi.  Dia tak membekali dan mendampinginya ketika Livi sedang meluncur ke puncak tangga.  Tak diberinya rambu-rambu horizontal, hingga dia menabrak pagar sekelilingnya.


“Daging itu lemah” _(Mark_ 14-38).  Keikut-sertaan seluruh pemangku-kepentingan _(stakeholder)_ untuk mengawal sang (calon) bintang adalah mutlak. Memberikan cek kosong _(blank cheque)_ tanpa reserve adalah kekeliruan fatal yang sulit diperbaiki.


_“In God we trust, all others we audit”._ (An Auditor’s life motto). 


Penulisđź“š adalah seorang pakar Human Capital, penulis buku terkenal dan pembicara di berbagai acara seminar dan narasumber sebuah radio terkenal di Jakarta. 


Yuk simak pula wawancara menarik ini dengan Pak Susbandono alias Pak Sus. 




Comments

Total Pageviews

Trending Topic

125 Orang Tewas: Ricuh Pasca Laga Arema FC VS Persebaya

Testimoni Istri Pendiri Partai Demokrat Sebelum Kubu Moeldoko Konpres di Hambalang

Pernikahan Kaesang & Erina | Apa Dampaknya Untuk Indonesia?

KPK Panggil Anies Baswedan

Capres 2024 Sudah "Nyata" Ada atau Masih Misteri?

Progress of Jakarta MRT project

Nasib Jakarta Pasca Anies Baswedan Ditentukan PLT atau Gubernur Baru Hasil Pilkada 2024?

Special massage services at a barbershop in Jakarta

Discover Reog Ponorogo an attractive dance in Indonesia

Habib Kribo Bersuara Lantang Soal Pilpres & Capres 2024

Real Information