Menilik Fenomena Pamer Kekayaan Istri dan Anak Pejabat Publik: Status Sosial atau Hedonisme yang Tidak Bertanggung Jawab?
Belakangan ini terjadi kehebohan aksi pamer kekayaan istri dan anak pejabat. Bukan hanya pakaian mahal dan asesorisnya yang harganya fantastis, melainkan juga rumah mewah, kendaraan mewah, yang menurut hitung-hitungan secara normal, tidak mungkin bisa dimiliki dari penghasilan bulanan atau gajinya dalam waktu begitu singkat atau masa kerja suami atau ayah dari mereka yang pamer kekayaan.
Tindakan pamer kekayaan yang diduga hasil korupsi suaminya oleh istri dan anak pejabat publik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Kebutuhan akan status sosial dan pengakuan: Kekayaan yang diduga hasil korupsi dapat memberikan status sosial yang lebih tinggi dan pengakuan dari orang lain. Istilah "kemewahan" sering dikaitkan dengan keberhasilan dan prestise dalam masyarakat tertentu. Oleh karena itu, istri dan anak pejabat publik dapat merasa perlu untuk memamerkan kekayaan mereka untuk meningkatkan status sosial dan meraih pengakuan dari orang lain.
Kepercayaan diri: Kekayaan juga dapat memberikan rasa percaya diri bagi orang yang memilikinya. Istilah "kekuasaan" sering dihubungkan dengan kekayaan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seseorang. Dengan memiliki kekayaan, istri dan anak pejabat publik dapat merasa lebih percaya diri dalam pergaulan dan di hadapan orang lain.
Kebutuhan akan perlindungan: Kekayaan yang diduga hasil korupsi dapat memberikan perlindungan bagi keluarga pejabat publik. Dalam kondisi ketidakpastian atau ancaman, kekayaan dapat digunakan sebagai sarana untuk melindungi diri dan keluarga dari bahaya.
Walaupun begitu, pamer kekayaan yang diduga hasil korupsi yang dilakukan oleh istri dan anak pejabat publik juga dapat memicu kecurigaan dan tindakan hukum terhadap keluarga tersebut, dan dapat merugikan reputasi pejabat publik tersebut.
Oleh sebab itu, sangat penting bagi keluarga pejabat publik untuk menunjukkan sikap bijaksana dan bertanggung jawab dalam pengelolaan kekayaan dan tindakan mereka di hadapan publik.
Apakah pamer kekayaan yang diperoleh secara sah atau karena korupsi dan perbuatan ilegal lainnya juga bisa disebut sebagai hedonis?
Tidak, pamer kekayaan yang diperoleh secara sah dan kehidupan hedonis adalah dua hal yang berbeda.
Kekayaan yang diperoleh secara sah melalui usaha yang legal dan jujur dapat digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. Seseorang yang memiliki kekayaan besar bisa memanfaatkannya untuk investasi dalam bisnis, membantu orang lain, atau menikmati kehidupan yang lebih nyaman dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sedangkan hedonis adalah merujuk pada gaya hidup yang sangat mementingkan kesenangan dan kenikmatan yang sering kali berlebihan dan tidak sehat. Kehidupan hedonis dapat melibatkan perilaku yang tidak sehat, seperti penyalahgunaan narkoba atau alkohol, dan fokus pada kenikmatan material dan hedonisme.
Pamer kekayaan yang diduga hasil korupsi atau perbuatan ilegal lainnya tidak hanya melibatkan perilaku yang tidak sehat, tetapi juga melanggar hukum dan merugikan orang lain. Oleh karena itu, tindakan tersebut tidak dapat disebut sebagai kehidupan hedonis yang sehat dan bertanggung jawab.
Untuk membuat efek jera dan mencegah tindakan ilegal dalam memperoleh kekayaan, terutama korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik, maka apa yang disebut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tentang diterapkannya hukum pembuktian terbalik atas harta yang dimiliki para pejabat publik adalah sangat tepat, begitu pula tentang perampasan aset hasil korupsi yang diperoleh para terpidana pelaku korupsi (dimiskinkan) adalah sangat bagus untuk diterapkan di Indonesia.
Para pelaku korupsi tidak takut dengan ancaman hukuman penjara, karena setelah keluar dari penjara mereka masih punya sisa hasil korupsi yang sangat banyak, meskipun sudah membayar denda dan ganti rugi.
Comments
Post a Comment