Ahok dan Anies Baswedan: Dua Gubernur DKI Jakarta yang Berbeda, Kekuatan & Kelemahan Masing-masing
Jakarta pernah memiliki Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Persepsi warga Jakarta, bahkan luar daerah punya pendapat berbeda tentang mereka. Ada yang melihat bagaimana cara mereka berkomunikasi dan cara mereka mengambil kebijakan, lalu mengeksekusinya.
Sehubungan dengan gaya berkomunikasi, dapat dicatat bahwa antara Anies Baswedan dan Ahok dalam hal kemampuan menyusun kata-kata dan kemampuan bekerja sebagai gubernur DKI Jakarta adalah hal yang subjektif dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya ada yang menganggap Ahok terlalu ceplas-ceplos, sedangkan Anies dinilai manis dalam menyusun kalimat saat berbicara di hadapan publik maupun media.
Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi persepsi ini adalah sebagai berikut:
Gaya komunikasi yang berbeda
Anies Baswedan dan Ahok memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Anies Baswedan cenderung menggunakan gaya retorika yang lebih berapi-api dan menggunakan bahasa yang lebih kaya secara emosional, juga lebih banyak mengggunakan kata sifat. Sedangkan Ahok, dikenal dengan gaya komunikasinya yang lugas, tegas, dan terkadang blak-blakan. Gaya komunikasi yang berbeda ini dapat mempengaruhi persepsi orang terhadap kemampuan mereka dalam menyusun kata-kata.
Fokus pada isu yang berbeda
Saat Anies Baswedan menjadi gubernur, Anies fokus pada isu sosial dan agama, seperti penghapusan reklamasi Teluk Jakarta dan membantu Organisasi Masyarakat atau Ormas dengan bantuan dana yang lebih besar daripada para gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Sementara itu, Ahok dinilai lebih fokus pada isu kebersihan, transportasi, dan tata kelola pemerintahan yang lebih efisien dan transparan. Karena fokus pada isu-isu yang berbeda ini sangat besar pengaruhnya pada cara mereka berbicara dan kemampuan mereka untuk mengekspresikan diri.
Konteks politik yang berbeda
Ahok dan Anies Baswedan menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta dalam konteks politik yang berbeda. Ahok menjabat pada saat Indonesia sedang mengalami kemajuan ekonomi yang signifikan dan ia dikenal sebagai gubernur yang fokus pada program-program pembangunan infrastruktur dan tata kelola pemerintahan yang lebih efisien.
Sedangkan Anies Baswedan menjabat pada saat Indonesia sedang mengalami perubahan politik yang signifikan dan ia fokus pada isu-isu sosial dan agama yang lebih kontroversial. Hal ini mungkin sangat dipengaruhi oleh suasana Pilkada DKI Jakarta 2017.
Karena konteks politik yang berbeda ini dapat mempengaruhi persepsi warga Jakarta maupun masyarakat Indonesia lainnya terhadap kemampuan mereka dalam menyusun kata-kata atau berkomunikasi, yang berpengaruh pula pada kinerja mereka.
Bahwa perbedaan dalam gaya komunikasi, fokus pada isu, dan konteks politik yang berbeda dapat mempengaruhi persepsi orang terhadap kemampuan Anies Baswedan dan Ahok dalam menyusun kata-kata.
Namun, penting untuk diketahui bahwa baik Ahok maupun Anies Baswedan telah membuktikan bagaimana kinerja serta kemampuan mereka sebagai gubernur DKI Jakarta, terlepas dari cara mereka berkomunikasi maupun dalam mengambil kebijakan serta mengeksekusinya dalam aksi nyata.
Barangkali warga Jakarta akan punya referensi yang lebih tepat ketika mereka nanti memilih calon Gubernur pada Pilkada 2024 mendatang. Dalam hal ini partai politik pun penting untuk mengulik gaya Ahok dan Anies Baswedan, yang mana paling pas ketika para elite parpol dalam mencari kandidat Gubernur Jakarta yang siap membangun Jakarta dengan paradigma baru sebagai kota bisnis dan pariwisata, sebagaimana dikatakan oleh Presiden Jokowi, terkait dengan pindahnya ibukota RI dari Jakarta ke Kalimantan Timur, Ibukota Nusantara alias IKN.
Begitupula ketika Pilpres 2024, para calon pemilih sudah sepatutnya meneliti rekam jejak para calon presiden. Bahwa pilihan itu seharusnya didasarkan pada kinerja, rekam jejak dan faktor-faktor yang menunjang, bukan pada emosional, sentimental pada isu tertentu yang tidak rasional.
Comments
Post a Comment