Pasca Pidato Jokowi di Uni Eropa | Quo Vadis Capres 2024
Pidato Presiden Joko Widodo ketika menghadiri Peringatan ke 45 tahun kemiteraan ASEAN Uni Eropa, selain mengejutkan para pemimpin negara-negara Uni Eropa & ASEAN, para pengamat politik pun tidak menyangka dengan inti pidato Presiden Jokowi tentang kemiteraan yang setara.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa Uni Eropa dan negara-negara Barat lainnya tidak boleh mendikte dengan alasan bahwa hanya standar mereka lah yang lebih baik. Menyimak keseluruhan isi pidato Presiden Jokowi yang blakblakan tersebut - menurut komentar di media sosial - Jokowi disebut sebagai Bung Karno jaman now.
Presiden Sukarno pernah mengingatkan tentang penjajahan model baru, yang tidak menduduki suatu negara secara fisik dan menempatkan tentaranya di negeri yang "dijajah", namun ada cara yang lebih kuat, yaitu menguasai sumber daya alam dengan politik yang didasari paham neo kolonialisme dan neo imperialisme.
Setelah Presiden Sukarno "dilengserkan" dari jabatan kepresidenannya, sumber daya alam dikeruk secara masif di berbagai daerah seperti tambang emas di Papua, yang kemudian dikenal sebagai tambang Freeport. Ternyata di Freeport ini bukan hanya emas, melainkan banyak sumber daya mineral lain yang diangkut ke Amerika Serikat, bahan ada kandungan uranium sebagai bahan baku untuk nuklir.
Akibat dari kebijakan pemerintahan Orde Baru, yang ternyata tidak berubah di era reformasi, dimana bahan mentah terus diekspor, sehingga masyarakat dan negara ternyata tidak mendapatkan nilai tambah yang lebih besar.
Banyak tokoh politik, pengamat ekonomi dan warganet yang kemudian terperangah ketika Presiden Jokowi mengambil kebijakan untuk membeli saham di Freeport, dan akhirnya pemerintah Indonesia menguasai 51 persen. Banyak pihak di dalam negeri yang menentang hal ini.
Presiden Jokowi jalan terus, bahkan dilanjutkan dengan kebijakan hilirisasi, bukan hanya "memaksa" Freeport untuk membuat smelter, juga berlaku untuk produk tambang lainnya seperti nikel, dan dilanjutkan dengan bauksit dan sebagainya.
Kebijakan hilirisasi yang ditentang oleh berbagai negara, termasuk Uni Eropa ini, ternyata hilirisasi terbukti memberi nilai tambah yang sangat besar. Pabrik baru pengolah bahan mentah seperti nikel membuka lapangan kerja baru dalam jumlah besar, bahkan meningkatkan pendapatan bagi negara dalam bentuk pajak, yang tidak terjadi pada rezim pemerintahan sebelumnya, dari jaman Presiden Suharto sampai SBY.
Hilirisasi akan terus berlanjut di periode kedua Presiden Jokowi. Menjadi pertanyaan adalah bagaimana "nasib" kebijakan hilirisasi dan reformasi birokrasi yang sedang berlangsung saat ini setelah terjadi suksesi pada 2024 mendatang.
Apakah Presiden Indonesia ke 8, yang "menggantikan" Jokowi akan tetap mendukung dan meneruskan hilirisasi atau tergoda untuk mengeksport bahan mentah seperti rezim pemerintahan sebelumnya?
Pada tayangan berikut ini HM Darmizal, Ketum ReJo memberikan opini dan perspektif tentang pidato Presiden Jokowi di Uni Eropa dan pendapatnya tentang Capres 2024 mendatang.
Comments
Post a Comment