Terungkap Jejak Digital Penolakan Terhadap Rizieq Shihab dan FPI
Gelombang penolakan terhadap FPI yang dinyatakan tidak lagi diakui oleh Kementerian Dalam Negeri karena SKT Ormas yang dipimpin Habib Rizieq ini sudah expired pada Juni 2019. Apakah penolakan ini terkait dengan masalah pelanggaran protokol kesehatan setelah beberapa acara yang dihadiri Rizieq Shihab mengundang kerumunan seperti di Megamendung, Jawa Barat dan Petamburan, Jakarta Pusat, yang terjadi pada November 2020 ini?
Berbagai penolakan terhadap FPI belakangan ini bukanlah hal aneh - gelombang penolakan terhadap Ormas yang sempat ditinggal lebih dari tiga tahun oleh Habib Rizieq ke Arab Saudi dengan alasan ibadah umroh ini - sudah ada rekam jejak digital yang mencatat penolakan tersebut dengan berbagai alasan.
Penolakan terhadap FPI sebenarnya sudah sering terjadi seperti dilaporkan situs berita internasional, BBC.com misalnya pada 11 Januari 2017 sejumlah ormas kepemudaan dan mahasiswa menggelar unjuk rasa menolak keberadaan Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pembela Fatwa-Majelis ulama Indonesia (GNPF-MUI) di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Unjuk rasa itu terjadi pada hari Senin 10 Januari 2017.
Setelah Habib Rizieq pulang dan disambut kerumunan ribuan orang di Soekarno-Hatta International Airport (10/11/2020) yang diwarnai perusakan massa penyambut pada fasilitas penting di Terminal 3 itu. Kerumunan di bandara tersebut juga membuat daerah Cengkareng dan sekitarnya macet dari pagi sampai siang hari.
Banyak crew pesawat, karyawan Bandara maupun calon penumpang serta para penumpang yang baru datang terkena macet, bahkan banyak yang berjalan kaki. Risiko lainnya adalah terjadinya penularan Covid-19.
Situs nasional yang juga terkenal, tirto.id pada 24 Januari 2018 melaporkan bahwa, Habib Rizieq Shihab pernah ditolak di Demak, Jawa Tengah. Alasan Demak adalah basis ahlussunnah wal jama’ah, yakni pada Mei 2014, di mana penolakan disampaikan oleh Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU.
Pada Desember 2015 kedatangan FPI ke Purwakarta ditentang banyak warga termasuk ormas Forum Bersama Masyarakat Sunda dan Aliansi Masyarakat Sunda. Penolakan yang sama diungkapkan 15 ormas di Banyumas pada pertengahan bulan Februari 2016.
Berita yang lumayan baru dari situs suarabanten.id (21/11/2020) melaporkan bahwa massa dari Anshor, Banser, Lapbas dan Peguro Jalak Banten menyampaikan keresahan mereka terhadap sosok Habib Rizieq Shihab alias HRS. Mereka menggelar aksi deklarasi penolakan kedatangan HRS ke Provinsi Banten.
Penolakan terhadap kedatangan HRS bermunculan di daerah-daerah lain. Warga setempat biasanya khawatir terhadap jalan yang akan macet dan terganggunya aktivitas warga, apalagi di masa pandemi Covid-19 ini.
Selain khawatir terhadap terjadinya masalah keamanan dan ketertiban umum, kerumunan yang akan terjadi ditakutkan akan memudahkan penularan virus Corona seperti yang sudah terjadi di Megamendung dan Petamburan sebagaimana diungkap oleh Satgas Covid-19, Doni Monardo, bahwa ada 77 orang yang terpapar virus Corona yang terkait kegiatan FPI yang dihadiri oleh Habib Rizieq.
Sebagaimana ramai diberitakan dan heboh di media sosial adalah diturunkannya baliho atau poster yang memajang wajah HRS dan informasi mengenai FPI yang dilakukan oleh Pangdam Jaya bersama Satpol PP serta angota polisi.
Diturunkannya berbagai baliho itu karena tidak punya ijin sebagaiman sudah diatur oleh Pemprov DKI Jakarta, namun pihak berwenang seperti Satpol PP diduga tidak berani menurunkan baliho tanpa ijin itu. Padahal baliho atau reklame yang dipasang warga biasa biasanya langsung dicopot atau dirobek, misalnya dari tiang listrik atau tempat-tempat strategis lainnya.
Beberapa daerah lainnya juga sudah mengikuti langkah Pangdam Jaya untuk menurunkan baliho terkait FPI dan HRS. Apakah aksi seperti ini akan berlanjut di masa yang akan datang?
Artikel lain:
Kementerian Dalam Negri Ungkap Legalitas FPI
Apa pendapat anda?
Comments
Post a Comment